Date : 23-12-2007
Kecintaan pria kelahiran Tangerang, 7 Maret 1944, ini terhadap batu-batuan muncul sejak kecil. Sang ibu adalah makelar berlian, sehingga sejak usia remaja ia kerap diminta ibunya mengantarkan pesanan berlian ke para pelanggan. Kemudian, selepas menamatkan studi di Jurusan Manajemen, Perdagangan Internasional dan Pemasaran Fakultas Bisnis Administrasi University of Hawaii, Honolulu, AS, 1970, Mahardi membuka toko perhiasan dan batu mulia, meneruskan minat ibunda. Tak puas hanya mempelajari ilmu permata dan batuan mulia dari jam terbang berdagang dan membaca literatur terbitan luar negeri, Mahardi melanjutkan kuliah di Gemology Institute of America, Santa Monica, AS. Di sana ia mendalami soal tingkatan dan jenis batuan, termasuk bagaimana kejernihannya plus cara menghitung berat batuan yang menyatu dengan cincin. | |||||
Ilmunya itu ia praktikkan di toko batu permata miliknya. Belum cukup di situ, dua tahun kemudian ia mendirikan lab gemologi independen yang belum pernah ada di Indonesia. Kini, laboratoriun gemologi AGL miliknya sudah mempunyai peralatan standar yang terdiri atas 9 alat. Yaitu, mikroskop, refraktometer, polariskop, dikroskop, spektroskop,fiber optic, utility lamp, diamond scale dan chelsea filter. Selain itu, lab miliknya dilengkapi pula dengan alat Fourier Transform Infrared. Menurutnya, setiap batuan perlu diperiksa secara bertahap sesuai dengan jenis alatnya. Namun, banyak orang melakukan potong kompas dengan pemeriksaan langsung ke alat terakhir. "Saya tidak mau lakukan. Supaya lebih akurat, harus melalui uji pemeriksaan lebih dari satu alat," katanya tegas. Selain AGL, Mahardi pun melengkapi usaha sosialisasi gemologinya dengan mendirikan pusat studi gemologi. Namanya, Institute Gemology Paramita (IGP) yang diresmikan pada 1989. Lagi-lagi, alasannya, "Hanya dengan mendidik oranglah kita bisa mengantisipasi agar mereka tidak tertipu masalah batuan mulia," ungkap bungsu dari tiga bersaudara ini. Mahardi bersyukur, minatnya ini diteruskan ketiga putrinya. Ketiga generasi penerusnya itu lulusan Gemology Institute of America di Bangkok, sehingga turut aktif di IGP dan AGL. "Kami memberikan kursus singkat 10 kali pertemuan dalam lima hari," ujar Leticia, salah satu putri Mahardi yang turut mengajar. Menurut Leticia (29 tahun), IGP sering mendapat order mengajar di luar kota. "Kami juga sering menggelar seminar gemologi," ujar Mahardi yang mengaku hanya dibantu dua karyawan. |
![]() Leticia Paramita (Samping Paling Kanan) bersama keluarga besar Institut Gemologi Paramita | ||||
Siapa saja kliennya? Menurut Mahardi, klien AGL dan IGP kebanyakan dari kantor Pegadaian, kalangan pemilik toko batu permata, kolektor dan orang yang sekadar ingin tabu ilmu batuan permata. Mereka rata-rata mengaku banyak memetik manfaatnya. "Saya pernah ikut kursus di IGP tahun 2005, sehingga saya lebih percaya diri dalam memilih koleksi batuan mulia," ungkap S. Jacob, pemilik Galeri 678, Kemang. Pernyataan itu diamini Deddy Kusdedi. Dirut PT Pegadaian ini bekerja sama dengan IGP sejak 1995. Sepuluh karyawan Pegadaian telah dikirim belajar ke IGP. Adapun bila Mahardi didatangkan sebagai trainer di kantor Pegadaian, ada 30 penaksir berlian dan permata yang mengikuti pelatihannya. Ke depan, agar gemologi dikenal lebih luas lagi, selain menggelar talkshow di radio dan bincang-bincang di televisi, Mahardi berencana menerbitkan buku seri tentang batuan mulia akhir tahun ini. |