Article - Internal
Gemolog, Profesi Langka Keluarga Mahardi
Date : 23-12-2007
  Mahardi Paramita sedang mengajar dikelas "Diamond Grading"

Mahardi Paramita sedang mengajar dikelas "Diamond Grading"
Buah mangga jatuh tak jauh dari pohonnya. Seperti itulah gambaran profesi keluarga Mahardi Paramita. Mereka -- ayah dan ketiga putrinya -- sama-sama berprofesi sebagai gemolog, ahli di bidang batu mulia, yang masih sangat langka di Indonesia. Diperkirakan cuma ada sekitar 40 gemolog di negeri ini.

Demi profesi yang digeluti, Mahardi Paramita beserta ketiga putrinya -- Sumarni, Delfina dan Leticia -- membuka laboratorium dan lembaga pendidikan khusus untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk batu-batuan mulia secara independen. "Kami ingin mengembangkan ilmu yang jarang diminati orang," ujar Mahardi.

Bagi Mahardi, pemahaman dan informasi tentang batu-batuan harus disebarluaskan agar masyarakat tidak tertipu. Ia prihatin dengan praktik perdagangan batu mulia yang harganya selangit tapi hanya mengandalkan kepercayaan, tanpa memahami perhitungan, berat jenis, kualitas, dan keaslian yang akurat. "Kalau hanya berdasarkan dugaan, potensi kesalahan penaksiran pasti sangat besar," katanya. Hal itu, ia menambahkan, juga membuka peluang terjadinya penipuan.

"Itu sebabnya, perlu ada pemeriksaan di lab batu mulia," ujar Mahardi tentang alasan utamanya mendirikan usaha lab dan lembaga pendidikan batu mulia pada 1983. Dengan bendera Adamas Gemological Laboratory (AGL), Mahardi memberi edukasi sekaligus mengembangkan ilmu batu-batuan di Tanah Air.

Kecintaan pria kelahiran Tangerang, 7 Maret 1944, ini terhadap batu-batuan muncul sejak kecil. Sang ibu adalah makelar berlian, sehingga sejak usia remaja ia kerap diminta ibunya mengantarkan pesanan berlian ke para pelanggan. Kemudian, selepas menamatkan studi di Jurusan Manajemen, Perdagangan Internasional dan Pemasaran Fakultas Bisnis Administrasi University of Hawaii, Honolulu, AS, 1970, Mahardi membuka toko perhiasan dan batu mulia, meneruskan minat ibunda.

Tak puas hanya mempelajari ilmu permata dan batuan mulia dari jam terbang berdagang dan membaca literatur terbitan luar negeri, Mahardi melanjutkan kuliah di Gemology Institute of America, Santa Monica, AS. Di sana ia mendalami soal tingkatan dan jenis batuan, termasuk bagaimana kejernihannya plus cara menghitung berat batuan yang menyatu dengan cincin.


Ilmunya itu ia praktikkan di toko batu permata miliknya. Belum cukup di situ, dua tahun kemudian ia mendirikan lab gemologi independen yang belum pernah ada di Indonesia. Kini, laboratoriun gemologi AGL miliknya sudah mempunyai peralatan standar yang terdiri atas 9 alat. Yaitu, mikroskop, refraktometer, polariskop, dikroskop, spektroskop,fiber optic, utility lamp, diamond scale dan chelsea filter. Selain itu, lab miliknya dilengkapi pula dengan alat Fourier Transform Infrared.

Menurutnya, setiap batuan perlu diperiksa secara bertahap sesuai dengan jenis alatnya. Namun, banyak orang melakukan potong kompas dengan pemeriksaan langsung ke alat terakhir. "Saya tidak mau lakukan. Supaya lebih akurat, harus melalui uji pemeriksaan lebih dari satu alat," katanya tegas.

Selain AGL, Mahardi pun melengkapi usaha sosialisasi gemologinya dengan mendirikan pusat studi gemologi. Namanya, Institute Gemology Paramita (IGP) yang diresmikan pada 1989. Lagi-lagi, alasannya, "Hanya dengan mendidik oranglah kita bisa mengantisipasi agar mereka tidak tertipu masalah batuan mulia," ungkap bungsu dari tiga bersaudara ini.

Mahardi bersyukur, minatnya ini diteruskan ketiga putrinya. Ketiga generasi penerusnya itu lulusan Gemology Institute of America di Bangkok, sehingga turut aktif di IGP dan AGL. "Kami memberikan kursus singkat 10 kali pertemuan dalam lima hari," ujar Leticia, salah satu putri Mahardi yang turut mengajar. Menurut Leticia (29 tahun), IGP sering mendapat order mengajar di luar kota. "Kami juga sering menggelar seminar gemologi," ujar Mahardi yang mengaku hanya dibantu dua karyawan.


  Leticia Paramita (Samping Paling Kanan) bersama keluarga besar Institut Gemologi Paramita

Leticia Paramita (Samping Paling Kanan) bersama keluarga besar Institut Gemologi Paramita

Siapa saja kliennya? Menurut Mahardi, klien AGL dan IGP kebanyakan dari kantor Pegadaian, kalangan pemilik toko batu permata, kolektor dan orang yang sekadar ingin tabu ilmu batuan permata. Mereka rata-rata mengaku banyak memetik manfaatnya. "Saya pernah ikut kursus di IGP tahun 2005, sehingga saya lebih percaya diri dalam memilih koleksi batuan mulia," ungkap S. Jacob, pemilik Galeri 678, Kemang. Pernyataan itu diamini Deddy Kusdedi. Dirut PT Pegadaian ini bekerja sama dengan IGP sejak 1995. Sepuluh karyawan Pegadaian telah dikirim belajar ke IGP. Adapun bila Mahardi didatangkan sebagai trainer di kantor Pegadaian, ada 30 penaksir berlian dan permata yang mengikuti pelatihannya.

Ke depan, agar gemologi dikenal lebih luas lagi, selain menggelar talkshow di radio dan bincang-bincang di televisi, Mahardi berencana menerbitkan buku seri tentang batuan mulia akhir tahun ini.